abcd

Yoppa

nuffnang

Lamaah Ke-11

Nuktah 10: Kecintaan Kepada Allah Dan Rasulnya

Allah Taala berfirman:
Maksudnya: Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika benar kalian mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu..” (Surah Ali Imran [3]:31)

Ayat atas memperlihatkan isi ringkas yang mengagumkan. Kerana terdapat begitu banyak makna yang terkandung walaupun hanya dalam tiga kerat kalimah. Ia adalah seperti berikut:

Ayat itu menegaskan: “Jika kalian beriman kepada Allah SWT, pasti kalian mencintai-Nya. Selama kalian mencintai-Nya, pasti kalian beramal sesuai dengan cara dan keadaan yang dicintai-Nya. Untuk sedemikian, bererti kalian harus meneladani keperibadian yang Dia cintai; Dan sifat ini boleh wujud dengan cara kalian mengikuti keperibadian tersebut. Jika kalian mencontohinya, Allah akan pasti cinta kepada kalian juga. Sudah tentu sahaja kalian harus mencintai Allah agar juga dicintai oleh-Nya.”

Demikianlah, kalimah-kalimah di atas hanya memberikan sebahagian sahaja pengertian ringkas daripada ayat tersebut. Boleh diperkatakan bahwa tujuan utama manusia adalah menjadi orang yang pantas dicintai Allah. Nas ayat tersebut menunjukkan bahawa tujuan itu dapat dicapai dengan mengikuti kekasih Allah (Nabi SAW) dan mengamalkan sunnahnya yang suci. Jika tiga hal berikut pada peringkat kini dapat dibuktikan, hakikat di atas akan menjadi jelas.


SUDUT PERTAMAManusia telah diberi naluri tak terbatas untuk menyintai Sang Maha Pencipta alam. Ini kerana, adalah menjadi fitrah manusia menyimpan rasa cinta kepada keindahan, rasa senang kepada kesempurnaan, dan rasa rindu pada kebaikan. Rasa cinta tersebut bertambah besar berikutan tahap keindahan, kesempurnaan, dan kebaikan yang ada hingga mencapai puncaknya. Ya, di dalam jiwa yang kecil milik manusia ini tertanamnya kerinduan terhadap alam semesta. Kemampuan manusia untuk memindahkan dan menyimpan isi berbagai buku di sebuah perpustakaan besar ke dalam kekuatan hafalan yang ada di dirinya—yang hanya sebesar biji jintan—menunjukkan bahawa kalbu manusia mempunyai kemampuan untuk menghimpunkan alam serta boleh menyimpan rasa cinta sebesar alam.

Ketika fitrah manusia memiliki kecenderungan tak terhingga untuk mencintai kebaikan, keindahan, dan kesempurnaan, sesungguhnya Sang Pencipta alam memiliki keindahan suci yang tak terbatas. Hal itu secara jelas terwujud lewat tanda-tanda lahiriah yang terdapat di alam. Dia juga mempunyai kesempurnaan tak terbatas. Hal itu tampak secara nyata lewat goresan ciptaan-Nya yang terlihat jelas di dunia ini. Dia juga mempunyai kebaikan tak terhingga yang terasa dan tampak dalam karunia dan nikmat-Nya kepada seluruh makhluk. Maka itu, Allah pun meminta kecintaan yang tak terbatas dari manusia yang paling sadar, paling membutuhkan, paling banyak berpikir, serta yang paling rindu kepada-Nya.

Ya, sebagimana setiap manusia memiliki potensi luar biasa untuk mencintai Sang Pencipta Yang Agung itu, begitu juga Dia memang layak untuk dicintai karena keindahan, kesempurnaan dan kebaikan-Nya yang tak tertandingi. Bahkan kecintaan seorang mukmin terhadap orang-orang yang mempunyai hubungan tertentu dengannya, terutama kecintaan kepada kehidupan beserta keabadiannya, kepada eksistensi dirinya dan dunianya, serta kepada seluruh entitas, tidak lain merupakan pancaran dari rasa cintanya kepada Tuhan.

Seperti kita ketahui, sebagaimana manusia menikmati kebahagiaan pribadinya, ia juga menikmati kebahagiaan orangorang yang mempunyai hubungan dengannya. Selain itu, sebagaimana ia mencintai Dzat yang telah menolongnya dari bencana, ia juga mencintai Dzat yang telah menyelamatkan orang-orang yang ia cintai dari berbagai musibah.

Demikianlah ketika jiwa manusia menyadari karunia Allah lalu berpikir tentang satu kebaikan saja dan kebaikan-Nya yang tak terhitung, pasti ia akan merenung sebagai berikut.

“Sesungguhnya Penciptakulah yang telah menyelamatkanku dari gelapnya kefanaan abadi, yang memberiku anugerah penciptaan dan kehidupan, serta yang telah menghadiahkan sebuah kehidupan yang indah sehingga aku bisa menikmati kemudahan di muka bumi ini. Dia akan menyelamatkan saya dari ketiadaan dan kefanaan yang merupakan gantungan abadi ketika ajalku tiba. Dia akan memberikan sebuah alam abadi yang cemerlang di alam baka di akhirat nanti. Selain itu, Dia akan menganugerahkan kepadaku indera dan perasaan, yang bersifat lahiriyah maupun batiniah agar aku bisa menikmati dan merasakan perpindahan di antara berbagai jenis kenikmatan yang terdapat di alam yang indah dan suci itu. Selanjutnya Allah juga akan menjadikan semua kerabat dan semua anak keturunanku yang kucintai serta yang mempunyai hubungan dekat denganku sebagai orang-orang yang layak menerima berbagai karunia dan kebaikan-Nya yang tak terhingga. Di satu sisi kebaikan tersebut juga kembali kepadaku. Sebab, aku juga turut merasakan kebahagiaan mereka”.

Selama dalam diri manusia terdapat kecintaan yang mendalam dan kerinduan terhadap kebaikan seperti bunyi sebuah pepatah, ‘Manusia adalah hamba dari sebuah kebaikan’, maka setiap kali mendapat kebaikan abadi yang tak terhingga, ia akan berucap:
“Andaikata aku memiliki kalbu seluas alam, tentu akan kuisi dengan rasa cinta dan rasa rindu terhadap kebaikan Ilahi itu. Aku ingin mengisi kalbuku dengannya. Namun, meskipun aku belum mencapai tingkat cinta yang semacam itu, aku tetap layak untuk memilikinya dengan bermodalkan kecenderungan, keyakinan, mat, penerimaan, ketetapan, kerinduan, komitmen, dan kemauan.”
Demikianlah kecintaan manusia terhadap keindahan dan kesempurnaan harus diukur dengan kecintaannya terhadap kebaikan Tuhan seperti yang telah kami terangkan secara global. Adapun orang kafir menyimpan rasa permusuhan dengan kekufurannya. Bahkan ia memusuhi alam semesta dan seluruh entiti secara zalim dan meremehkan.

SUDUT KEDUA: Sesungguhnya kecintaan kepada Allah Ta’ala harus diikuti dengan sikap mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebab, kecintaan kepada Allah baru terwujud dengan melakukan perbuatan yang diredhai oleh-Nya. Sementara itu, redha-Nya dalam bentuk yang paling utama tampak pada pribadi Muhammad SAW. Meneladani peribadi baginda yang penuh berkah itu, entah lewat gerakan ataupun perbuatan, bisa terwujud dengan dua hal:

  1. Dari aspek mencintai Allah, mentaati segala perintah-Nya, dan berbuat sesuai dengan ridho-Nya mengharuskan kita mengikuti Nabi SAW. Sebab pemimpin yang paling sempurna dalam urusan tersebut adalah Nabi SAW.

  2. Kerana peribadi Nabi Muhammad SAW merupakan perantara yang paling penting untuk mendapatkan kebaikan Ilahi terhadap manusia, maka baginda layak dicintai atas nama Allah Ta’ala.

Secara fitrah, manusia mempunyai keinginan untuk mencontohi idola yang dicintainya sebanyak yang mungkin. Maka, mereka yang berusaha mencintai kekasih Allah haruslah berupaya meneladani dan mencontoh baginda dengan cara mengikuti semua sunnahnya yang mulia.

SUDUT KETIGASebagaimana Allah mempunyai rahmat yang tak terhingga banyaknya, Dia juga memiliki kecintaan yang tak terkira. Sebagaimana Allah membuat diri-Nya dicintai dalam bentuk yang tak terbatas dengan keindahan yang terdapat pada alam semesta, Dia juga mencintai seluruh makhluk-Nya, terutama mereka yang memiliki perasaan yang membalas cinta Tuhan melalui kecintaan dan pengagungan. Oleh itu tujuan tertinggi manusia terletak pada sesuatu yang diredhai Tuhan serta usaha termulia manusia adalah bagaimana caranya agar ia dicintai oleh-Nya, zat yang telah mencipta syurga dengan segala kelembutan, kebaikan, kenikmatan, dan kurniaan-Nya melalui rahmat-Nya.

Oleh sebab mendapatkan cinta-Nya hanya dengan mengikuti sunnah Muhammad SAW. seperti disebutkan oleh firman Allah di atas, maka mengikuti sunah Muhammad SAW. merupakan tujuan termulia sekaligus merupakan tugas terpenting manusia.


Nuktah 11: Tiga Persoalan


Persoalan Pertama 

Sunnah Rasulullah SAW bersumber dari tiga perkata; iaitu perkataan, perbuatan, dan keadaan baginda. Tiga sumber ini juga terbahagi lagi menjadi tiga, iaitu: wajib, sunat, dan adat yang merupakan kebiasaan baginda. Hal yang wajib tentu saja harus diikuti. Jika ditinggalkan mengakibatkan azab dan hukuman. Sementara as-Sunnah yang bersifat sunat juga dibebankan kepada kaum yang mukmin dengan melihat pada sejauh mana ia dianjurkan. Memang meninggalkan as-Sunnah yang bersifat sunat tidak menyebabkan dosa.

Hanya saja jika dikerjakan dan diikuti akan menghasilkan pahala yang besar. Mengubah dan mengganti sesuatu yang sunnah jelas merupakan perbuatan bida’ah, serta termasuk kesesatan dan kesalahan besar.

Selanjutnya setiap kebiasaan, gerakan, dan diamnya Rasulullah SAW termasuk hal yang sangat baik untuk ditiru. Sebab pada semua itu terdapat hikmah dan manfaat yang besar, baik bagi kehidupan peribadi maupun sosial. Selain itu, tindakan yang mengikuti sunnah baginda akan mengubah adab dan kebiasaan menjadi bernilai ibadah. Ya, beliau memang memiliki akhlak paling mulia, seperti disepakati oleh baik sahabat maupun musuhnya. Baginda merupakan peribadi pilihan di antara seluruh anak manusia selain sebagai peribadi paling dikenal semua orang. Baginda juga merupakan peribadi paling sempurna, bahkan teladan dan pembimbing paling utuh dengan melihat pada ribuan mukjizat yang ada, kesaksian dunia Islam, dan kesempurnaan peribadinya yang didukung oleh hakikat al-Quran yang sampai padanya. Jutaan orang-orang mulia mampu mendapat darjat kesempurnaan dan ketinggian berkat sikap mengikuti baginda hingga akhirnya mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.

Jika demikian, tentulah sunnah Nabi SAW dan semua tingkah lakunya adalah contoh yang paling utama untuk diikuti, petunjuk yang paling sempurna untuk diteladani, hukum yang paling sesuai, dan aturan yang paling agung untuk dijadikan landasan hidup seorang mukmin. Orang yang bahagia adalah yang paling kerap mengikuti sunnah Nabi SAW. Sementara orang yang tidak mengikuti as-Sunnah akan benar-benar merugi jika sikap untuk tidak mengikuti tadi bersumber dari kemalasan. Selanjutnya ia akan melakukan suatu kesalahan jika tindakannya itu bersumber dari ketidakpedulian, serta akan tercampak ke dalam kesesatan yang nyata jika disertai dengan kritik yang mengandungi pengingkaran terhadap as-Sunnah tersebut.


Persoalan Kedua


Dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala menggambarkan sifat Rasulullah SAW dengan firman-Nya:

1 وَاِنّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Sementara para sahabat yang mulia menggambarkan baginda seperti yang dinyatakan oleh Aisyah RA, “Akhlaknya adalah al-Quran” 2. Maksudnya, Nabi Muhammad SAW merupakan contoh ideal dari akhlak terpuji yang dipaparkan oleh al-Qur’an. Baginda adalah contoh terbaik yang mencerminkan semua akhlak mulia tersebut. Bahkan secara fitrah, baginda memang telah tercipta di atas kemuliaan itu.

Kerana setiap perbuatan, ucapan, keadaan, dan tingkah laku Nabi SAW seharusnya menjadi teladan bagi umat manusia, maka alangkah malang umatnya yang beriman ketika mereka melalaikan sunnah baginda. Mereka tidak mempedulikan atau bahkan menggantikan dengan yang lain. Betapa malang dan menderitanya mereka itu.


Persoalan Ketiga


Memandangkan Rasulullah SAW telah dijadikan dalam keadaan terbaik dan dalam bentuk rupa yang paling sempurna, maka segala gerak-geri dan diam berjalan berjalan sesuai dengan sikap pertengahan dan istiqamah. Biografi baginda yang mulia secara tegas dan jelas menerangkan bahawa baginda memiliki sikap pertengahan dan istiqamah pada setiap gerak-geriknya sekaligus bebas dari sikap berlebihan dan kelalaian. Baginda dengan sempurna mengamalkan firman Allah yang berbunyi:
3فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ
Maka sikap istiqamah dalam semua perbuatan, ucapan dan tingkah lakunya dapat dilihat zahir secara jelas.

Misalnya, memandangkan kekuatan norma baginda selalu berada dalam daerah kebijaksanaan yang merupakan garisan istiqamah dan sikap pertengahan, sekaligus jauh dari sikap ekstrim merosak gelap, yakni sikap tolol dan kelicikan menipu.

Sebegitu juga jauh dari baran dan kebaculan yang merosakkan amarah, kekuatan amarah baginda selalu bersama dengan keberanian luhur, yang merupakan rangka keistiqamahan dan sikap pertengahan. Ia bebas dari dua sikap kelampauan yang merosak, iaitu sikap pengecut dan tidak takut apa pun (keberanian bodoh).

Kekuatan syahwat baginda juga selalu berada dalam garis istiqamah; yang wujud dalam sifat iffah (menjaga kehormatan). Secara tetapnya, kekuatan syahwat baginda berada dalam koridor sifat tersebut dengan tingkatan ishmah yang paling mulia. Sehingga ia jauh dari dua hal kelampauan, iaitu tidak berghairah kepada wanita dan perbuatan zina.

Demikianlah, Nabi SAW telah memilih sikap istiqamah dalam semua Sunnah baginda, dalam semua keadaan alamiah baginda, serta dalam semua hukum-hukum syariat baginda. Di sisi lain, baginda menjauhi sikap zalim, berupa sikap ketaksuban dan melampui batasan. Bahkan baginda telah meniti jalan berhemah yang jauh dari pemborosan, baik dalam berbicara, dalam makan, dan dalam minum. Bagi menjelaskan masalah tersebut, ribuan jilid buku telah ditulis. Kami hanya sahaja mencukupkan diri membentangkan setitis saja dari lautan yang ada. Kerana, orang yang bijak akan mengerti, cukup dengan isyarat saja.

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى جَامِعِ مَكَارِمِ اْلاَخْلاَقِ وَمَظْهَرِ سِرِّ وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيمٍ اَلَّذِى قَالَ: مَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّتِى عِنْدَ فَسَادِ اُمَّتِى فَلَهُ اَجْرُ مِائَةِ شَهِيدٍ 4
وَقَالُوا الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى هَدٰينَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلاَ اَنْ هَدٰينَا اللهُ لَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ5
سُبْحَانَكَ لاَعِلْمَ لَنَاۤ اِلاَّ مَاعَلَّمْتَنَاۤ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ6





DIPNOTE

  1. “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (Surah al-Qalam [68]: 4)

  2. Hadis di atas maknanya benar. Ia diriwayatkan oleh Ibn as-Sam’ani dalam Adab al-Imla’ dari Ibn Mas’ud. Menurut Ibn Taimiyah (18: 370), makna hadis di atas benar hanya saja belum didapat sanad yang kuat dari hadis tersebut. Hal ini dikuatkan oleh as-Sakhawi dan as-Suyuti. Lihat Kasyful Khafa, 1: 70 dan Silsikh al-Ahadis adh-Dhoifah 72

  3. "Istiqamahlah (sentiasa tetap teguh di atas jalan yang betul) sebagaimana engkau diperintahkan."
    (Surah Hud [11]: 112)

  4. Ya Allah limpahkanlah selawat atas peribadi yang memiliki seluruh akhlak mulia, yang telah memperlihatkan rahsia “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung”, serta yang telah berkata, “Siapa yang berpegang dengan sunnahku pada saat umatku rosak, ia mendapat pahala seratus orang yang mati syahid”.

  5. “Mereka berkata, Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami pada jalan ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk jika sekiranya Allah tidak menunjuki kami , Sungguh para utusan Tuhan itu telah datang dengan membawa kebenaran..” (Surah al-A'raf [7]: 43)

  6. “Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
    (Surah al-Baqarah [2]: 32)