abcd

Yoppa

nuffnang

Lamaah Ke-11

Nuktah 1:Kepentingan Mengikuti As-Sunnah Terutama Di Saat Tersebarnya Bida’ah

Rasulullah SAW bersabda“Siapa yang mengikuti sunnahku di saat rosaknya umatku, ia akan mendapat pahala seratus orang yang mati syahid” 1

Ya, mengikuti Sunnah Nabi SAW benar-benar mempunyai nilai yang sangat tinggi. Apalagi di saat bida’ah menyebar luas. Mengikuti amalan as-Sunnah dalam keadaan demikian memiliki nilai yang lebih tinggi dan lebih istimewa. Khususnya lagi, ketika ummat berada dalam kerosakan. Mengikuti adab kecil dari as-Sunnah menunjukkan adanya ketakwaan yang agung serta iman yang kuat. Sebab, mengikuti sunnah Nabi yang suci secara langsung akan mengingatkan kita kepada Rasul yang paling agung itu. Ingatan dan kesadaran yang bersumber dari sikap mengikuti as-Sunnah tersebut akan berubah menjadi kesedaran akan adanya pengawasan Ilahi. Bahkan kebiasaan dan perbuatan keduniaan yang paling sederhana seperti makan, minum, tidur dan lainnya jika ia dilakukan dengan mengikuti sunnah akan berubah menjadi sebuah amal ibadah yang mendapat ganjaran pahala. Sebab, berbagai kebiasaan itu dilakukan dengan niat mengikuti Rasulullah SAW. Sehingga yang terbayang adalah bahawa ia sedang menjalankan salah satu adab agama seraya menyedari kedudukan Nabi SAW sebagai penggenggam syariat. Dari sana, hatinya akan mengarah kepada Pengasas syariat hakiki iaitu Allah Taala. Sehingga ia pun akan mendapat ketenangan, kedamaian, dan pahala ibadah.

Demikianlah, dari uraian di atas dapat difahami bahawa sesiapa yang menjadikan peneladanan sunnah baginda sebagai kebiasaannya, bermakna ia telah mengubah kebiasaannya tersebut menjadi sebuah ibadah sehingga ia dapat membuat semua usianya berbuah dan menghasilkan pahala.


Nuktah 2: Siapa Yang Berpegang Pada As-Sunnah Layak Untuk Dikumpulkan Sebagai Kekasihnya

Al-Imam ar-Rabbani Ahmad. Al Faruki rahimahullah2, berkata: “Ketika aku melalui berbagai tahap dalam perjalanan kerohanian, aku melihat bahawa tingkat kewalian yang paling bersinar, tertinggi, lembut, aman dan selamat, adalah sesiapa yang menjadikan as-Sunnah Nabi SAW sebagai dasar kepada cara mereka. Hatta, para wali yang masih awal biasa yang berada di tingkatan tersebut malah kelihatan lebih mulia berbanding wali tertinggi yang berada di tingkat yang lain.”

Ya, al-Imam ar-Rabbani, sang mujaddid millenia kedua telah berkata benar. Sesiapa yang menjadikan as-Sunnah sebagai landasannya akan meraih darjat mahbubiyah dibawah bayangan HabibulLah (SAW).

Nuktah 3: Galakan Pegangan As-Sunnah Dalam Perjalanan Rohani

Ketika Said fakir ini berusaha untuk keluar dari keadaan Said al-Qadim 3 , akal dan kalbuku berguncang menghadapi tekanan ‘badai’ yang menakutkan. Aku merasa seolah-olah akal dan kalbuku bergolak. Kadangkala jatuh dari bintang yang tinggi kepada embun di permukaan bumi atau sebaliknya, kadangkala naik dari titik-titik embun ke bintang kartika. Hal itu terjadi sebagai akibat dari ketiadaan pembimbing dan akibat tipuan nafs al-ammarah (nafsu amarah). Pada saat itulah, aku menyedari bahawa semua Sunnah Nabi SAW, bahkan dalam hal yang sederhana sekalipun, menjadi seperti kompas yang menjelaskan arah laju di kapal, semuanya seperti kunci penerang yang menerangi jalan-jalan gelap yang tak terhingga banyaknya. Ketika aku menyadari bahwa dalam perjalanan spiritual tersebut kadangkala aku terperosok di bawah himpitan berbagai kesulitan dan beban berat, pada saat itu pula aku merasa ringan kerana mengikuti sunnah-sunnah Nabi SAW yang terkait dengan kondisi tersebut. Seolah-olah ia melenyapkan semua beban tersebut.  Berikutan amalan sikap untuk mengikuti as-Sunnah, aku mampu terselamat dari berbagai bisikan, keraguan, dan rasa was-was seperti, “Apakah aktiviti ini bermanfaat? Apakah ia berada di jalur yang benar?”. Sebaliknya, ketika aku mengabaikan as-Sunnah, maka gelombang kesulitan itupun bertambah dahsyat dan jalan-jalan yang tak dikenalpun menjadi bertambah sulit dan samar. Selain itu, beban yang ada menjadi berat, sementara aku betul-betul lemah, pandanganku menjadi sangat terbatas, dan jalannya menjadi gelap. Ketika aku berpegang kepada as-Sunnah, ketika it u pula jalan di depanku menjadi terang dan nampak sebagai jalan yang aman dan selamat. Serta, beban yang ada bertukar menjadi ringan dan rintangannya pun jadi tiada. Ya, pada saat tersebut aku mengakui kebenaran pernyataan al-Imam ar-Rabbani di atas.







DIPNOT

  1. Hadis Riwayat Ibnu Ady dalam Kitab al-Kamil dan Ibnu Basyran dalam al-Amaliy 2: 193. Ia dianggap sebagai hadis aziz oleh al-Mundziri dalam al-Tagrib wa at-Tarhib. Yang jelas dalam hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya di belakang kalian ada zaman kesabaran. Orang yang taat di dalamnya mendapat pahala lima puluh orang yang mati syahid di antara kalian’. Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tabrani dalam al-Kabir 10394, al-Bazzar 1: 378. Dalam kitab al-Majma al-Haitsami berkata bahawa para perawi dalam riwayat al-Bazzar adalah sahih kecuali Sahl ibn Amir al-Bajali. Namun Ibn Hibban mempercayainya. Dalam as-Sahihah (494), ia menerangkan tentang isnad dari at-Tabrani. Menurutnya sanadnya sahih, semua perawinya boleh dipercayai. Diriwayatkan juga oleh ‘Ali ibn Husam al-Din, Muntakhabat Kanz al-‘Ummal, i, 100; al-Haythami, Majma‘ al-Zawa’id, viii, 132. 

  2. Nama sebenar Imam ar-Rabbani adalah Ahmad ibn Abdil Ahad as-Sirhindi al-Faruqi (1564-1624M; 971-1034 H) yang bergelar mujaddid milenium kedua menguasai ilmu-ilmu pada zamannya. Selain itu ia adalah orang yang membina jiwanya, memperbaiki peribadi, ikhlas kepada Allah dan selalu menghadirkan kalbu. Berbagai jawatan yang pernah ditawarkan kepadanya ia tolak. Ia melawan fitnah Raja Akbar yang hampir menghancurkan Islam. Ia juga mendapat restu dari Maula al-Aziz untuk mengubah pemerintahan Mongol yang kuat dari kekufuran dan Bahmaisme kepada pangkuan Islam seiring aturan, kesepakatan, persaudaraan, dan pengajaran kepada masyarakat. Ia membersihkan tasawuf tertentu dari berbagai kotoran. Dakwahnya berkembang di Benua Hindia. Salah satu hasilnya adalah munculnya Raja yang saleh, Aurangzeb. Pada masanya, kaum muslimin mendapat kemenangan sementara kaum kafir melemah. Tarekatnya, Naqsyabandiah, tersebar di seluruh dunia Islam setelah kemunculan al-Aliamah Khalid asy-Syahrazwari yang terkenal dengan nama Maulana Khalid (1192-1243 H). Ia memiliki banyak tulisan. Yang paling terkenal adalah al-Maktubat yang diterjemahkan ke Bahasa Arab oleh Muhammad Murad dalam dua jilid. 

  3. Said al-Qadim (ataupun bermaksud 'Said Lama'); adalah istilah yang dipergunakan oleh Ustad Said Nursi kepada dirinya sendiri. Yaitu pada masa sebelum beliau menulis Risalah Nur (sebelum 1926M); sebelum dia membawa misi penyelamatan iman umat, serta sebelum beliau mendapat inspirasi dari pancaran cahaya al-Quran untuk menerbitkan Risalah an-Nur.